Kebijakan Kemtan tentang PRG
Nama :
Yuda Putra Anggara
NPM :
1325010017
Jurusan :
Agroteknologi
Kebijakan
Kementerian Pertanian Terkait Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Tantangan
Pembangunan Pertanian
Jumlah
dan pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi merupakan prioritas utama dalam
mengembangkan pertanian Indonesia, khususnya pangan. Dengan adanya dinamika di tingkat global
akibat dari perubahan iklim, kelangkaan energi, finansial, telah merubah
gagasan bahwa masalah pangan tidak dapat dipecahkan dengan hanya memperbaiki
sistem distribusi pangan global, tetapi masing-masing negara harus memperkuat
ketahanan pangannya. Presiden SBY
menegaskan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPRD pada Rapimnas 10 Januari
2011 bahwa Meskipun dalam system perdagangan kita bisa membeli atau menjual,
tetapi untuk pangan kita harus menuju kemandirian pangan. Dalam menjawab review yang dilakukan oleh Tim
OECD, Menteri Pertanian mengingatkan bahwa dalam Kebijakan Ketahanan Pangan
tercakup kebijakan Kemandirian Pangandan Kedaulatan Pangan. Masalah pangan
tidak boleh bertumpu pada ketersediaan pangan dari luar, tetapi harus bertumpu
pada ketersediaan pangan dari dalam negeri, tidak boleh bertumpu pada Multi
Nasional Coorporate. Investasi memang diperlukan untuk akselerasi pertumbuhan
ekonomi nasional. Upaya peningkatan produksi pangan nasional harus dapat
dimanfaatkan agar petani mampu memperoleh peningkatan pendapatan dan
kesejahteraannya.
Dalam
upaya mencapai kedaulatan pangan, pembangunan pertanian saat ini dihadapkan ke
dalam berbagai tantangan yang harus dihadapi bersama. Pada komoditas padi dan
jagung misalkan tantangan terletak pada meningkatnya laju konversi lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian, belum seimbangnya antara ragam potensi
pangan dengan ragam pangan yang dikonsumsi, dan kehilangan hasil akibat
serangan OPT dan pada tahap pascapanen. Oleh sebab itu, program-program
Kementerian Pertanian disusun untuk memecahkan masalah tersebut secara
komprehensif. Hasil simulasi
target-target Kementerian Pertanian ke depan terletak pada (1) pengurangan
susut panen 1,5 %/tahun, (2) penurunan konsumsi beras 1,5% per kapita/thn,
(3)peningkatan produktivitas dari 5,1 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha dan Indeks
Panendari 1,5 menjadi 1,7 melalui perbaikan 18,8%/thn dari total jaringan
irigasi, penggunaan pupuk berimbang 70%
dari total luas tanam, benih varietas unggul bermutu minimal 60%, pengendalian
OPT dengan PHT dan spot stop mencapai 70%, peningkatan intensitas penyuluhan
50% dari total desa, dan (4) penambahan luas sawah seluas 130.000 ha. Target tersebut, disusun dari asumsi-asumsi
yang logis atas dasar kemampuan yang ada dan keterlibatan sektor-sektor lain di
luar Kementerian Pertanian baik dalam penyusunan simulasi maupun di dalam
implementasinya ke depan.
Kebutuhan Terhadap BenihTanaman
Kebutuhan
dan Status Pemanfaatan Varietas
Kementerian
Pertanian mencanangkan empat target pembangunan pertanian yaitu (1) swasembada
5 komoditas pangan pokok, padi, jagung, kedelai, gula dan daging;
(2)meningkatkan nilai ekspor untuk tanaman perdagangan, (3) upaya meningkatkan
diversifikasi pangan terutama menggali sumber daya lokal, dan (4) meningkatkan
kesejahteraan dan pendapatan petani. Upaya untuk mencapai target tersebut
memerlukan bantuan teknologi yang tepat.
Dalam
mendukung keempat program tersebut, khususnya teknologi perbaikan varietas/ras,
program Penelitian Pengkajian Pengembangan dan Penerapan (Litkajibangrap)
diperkuat mulai dari pengelolaan sumber daya genetik sampai ke teknologi
perbenihan. Penguatan tersebut mencakup penguatan Bank Gen dan fasilitas
penyimpanan SDG di UPT komoditas, karakterisasi dan evaluasi intangible value
dari SDG lokal ke dalam teknologi, penguatan program pemuliaan termasuk
membentuk konsorsium dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian lain
seperti BATAN, dan perluasan program
diseminasi varietas ke daerah termasuk penguatan kapasitas penyediaan benih
sumber bagi penangkar di daerah. Melalui upaya ini, dalam hal varietas tanaman
pangan saja, tidak kurang dari 244 varietas padi, 54 varietas jagung, dan 58 varietas
kedelai telah dihasilkan. Sampai saat
ini tingkat adopsi petani terhadap varietas unggul spesifik lokasi telah
mencapai 90% untuk padi, 45% untuk jagung, dan 80% untuk kedelai.Oleh
karenanya, Kemeterian Pertanian memandang benih dari varietas PRG hanya
merupakan salah satu potensi alternatif untuk digunakan apabila memenuhi aspek
keamanan hayati, tepat menjawab persoalan yang ada, dan memberikan nilai
keuntungan bagi petani.
Dalam
dua tahun terakhir Badan Litbang Pertanian telah banyak melakukan upaya ke arah
hilir dari litkajibangrap, yaitu diseminasi teknologi ke wilayah operasional
dilapang baik melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Peningkatan diseminasi teknologi tersebut
telah menjadi tuntutan publik sebagaimana dilansir media masa. Benih-benih varietas baru dari pemulia yang
jumlahnya terbatas disampaikan kepada Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian(BPTP) untuk diuji adaptasi bersama-sama dengan penyuluh dan
pemerintah daerah sehingga dapat dipilih varietas mana yang cocok dan disukai oleh
petani. Hal ini dilaksanakan mengingat
areal pertanian di Indonesia yang bersifat spesifik baik lingkungan fisik
maupun preferensi masyarakat terhadap produknya. Dengan hasil ini, pemetaan
terhadap kebutuhan teknologi varietas yang cocok dapat dibangun dan penyampaian
benih dari pemulia tanaman ke penangkar lokal dapat dilakukan lebih cepat.
Jalur
lain dalam diseminasi dan promosi varietas lokal adalah melalui gerakan Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL). Gerakan ini
dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pertanian dalam upaya meningkatkan
kemampuan lokal dalam menyediakan kebutuhan berbasis kapasitas lokal. Memang pada tahapan awal dari gerakan ini
masih berorientasi kepada diseminasi hasil-hasil penelitian Badan Litbang
Pertanian. Namun ke depan, melalui
kawasan ini hasil-hasil spesifik daerah yang sedang digali dapat
dipromosikan. Sebagai contoh, hasil
kerjasama yang dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah dan petani, seperti
Pemda Provinsi Kaltim, Riau, dan Yogya, dengan Badan Litbang Pertanian untuk
memperpendek umurvarietas padi lokal tertentu tanpa merubah mutunya. Dengan demikian, status aset lokal tersebut
dapat terangkat dan berperan lebih banyak dalam pembangunan pertanian.
Kegiatan
penelitian rekayasa genetik dilakukan pada tanaman tertentu untuk menjawab
persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang
ada. Kegiatan tersebut mencakup
penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap kekeringan,
umur genjah, dan produktivitas tinggi dari SDG lokal. Penelitian ini diharapkan
selesai pada tahun2013, sehingga ke depan Indonesia tidak harus bergantung
kepada negara lain, khususnya untuk tanaman padi. Dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur
transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi proses penelitian untuk
memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati
sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik.
Peraturan
tentang Pelepasandan Perlindungan Varietas Tanaman
Pelepasan
varietas baru untuk tanaman, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang nomor 12
tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1994, harus dilakukan
setelah melalui serangkaian uji adaptasi. Pelepasan varietas baru tersebut
diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian nomor 61 tahun 2011 tentang
Pengujian, Penilaian dan Pelepasan Varietas Tanaman. Setelah dilepas, maka perbanyakan dan
distribusinya dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang ada. Khusus untuk tanaman PRG,pelepasan hanya
dapat dilakukan apabila produk tersebut telah memperoleh status aman
hayati. Oleh sebab itu, tidak benar
apabila suatu tanaman telah memperoleh status aman hayati, benihnya dapat
dilepas ke publik tanpa melakukan proses pengujian varietas. Atau sebalik, tidak dapat suatu benih
varietas PRG dilepas tanpa adanya sertifikat aman hayati.
Sejalan
dengan upaya percepatan penyampaian teknologi kepada pengguna, kebijakan
pemanfaatan hasil penelitian mengalami penyempurnaan. Diantaranya, peraturan yang berkenaan dengan
pengujian, penilaian dan pelepasan varietas tanaman mengalami beberapa
perubahan. Namun, berkenaan dengan
pemanfaatan varietas PRG, aspek keamanan hayati tetap menjadi prioritas
sehingga tidak mungkin varietas dilepas tanpa adanya sertifikat keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Pengujian adaptasi varietas PRG bisa saja
dilaksanakan paralel dengan pengkajian keamanan hayati, namun pelepasannya
masih harus ada atau tidaknya sertifikat keamanan. Dalam hal penamaan varietas, varietas PRG
diwajibkan mencantumkan nama eventnya untuk memudahkan tracking dan diwajibkan
mencantumkan label sebagaimana diatur dalam tata cara pelabelan.
Penutup
Kebijakan
Kementerian Pertanian dicerminkan pada
visinya untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan yang
berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah,
daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani. Untuk mencapai visi tersebut
dibutuhkan seperangkat teknologi yang tepat untuk mengangkat posisi sumber daya
genetik lokal, terutama yang mendorong kemandirian nasional dan kesejahteraan
petani. Oleh karenanya, PRG diposisikan sebagai salah satu alternatif yang
dapat dimanfaatkan secara hati-hati. Kehati-hatian ini tercermin dari
persyaratan pemanfaatan produk tersebut harus melalui satu perangkat pengkajian
keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar